Identitas Kristen

Posted: 17 September 2011 in IMAN
Trinitas

1 Petrus 2:9

Rasul Petrus di dalam ayat ini memberikan empat deskripsi tentang orang Kristen. Empat sebutan atau identitas ini mengontraskan orang Kristen dengan orang-orang yang tidak percaya yang tersandung oleh batu yang hidup, batu penjuru, yaitu Yesus Kristus (ayat 4 dan 7). Di dalam hal ini, Alkitab menyatakan kepada kita bahwa Kekristenan merupakan antitesis. Hanya ada dua kelompok orang di dunia ini, orang percaya dan orang tidak percaya. Orang Kristen beridentitas antitesis dari identitas orang-orang yang tersandung.

Keempat identitas orang Kristen ini dengan jelas mengambil gambaran umat Israel di dalam Perjanjian Lama. Orang-orang Kristen merupakan Israel sejati yang melanjutkan rencana Allah sejak semula. Orang Kristen merupakan penggenapan dari sejarah Israel sebagai bangsa yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang kudus, dan umat kepunyaan Allah sendiri. Inilah identitas kita sebagai orang Kristen.

Bangsa yang Terpilih

2 Gerejaku (Protestan dan Katolik), Milik Yesus untukku

Orang Kristen adalah bangsa yang terpilih. Bangsa ini terdiri dari orang-orang yang dipilih Tuhan. Satu-satunya kriteria menjadi bagian dari bangsa ini adalah pemilihan Tuhan. Bangsa yang terpilih tidak memandang jenis ras, warna kulit, kedudukan sosial, maupun kualitas kerohanian seseorang, melainkan semata-mata hanya berdasarkan pemilihan Tuhan.

Sebelum dunia dijadikan, Allah telah melakukan pemilihan, penyeleksian dan penentuan. Di hadapan Dia yang mahatahu, berdirilah segenap keturunan Adam, dan dari antara mereka inilah Allah menghususkan dan mempredestinasikan sejumlah orang untuk “diangkat sebagai anak-Nya” mempredestinasikan mereka untuk “dijadikan serupa dengan gambaran Anak-Nya”, “menentukan” mereka untuk memperoleh hidup yang kekal.[1]

2Tes. 2:13b mengatakan, “Sebab Allah dari mulanya telah memilih kamu untuk diselamatkan dalam Roh yang menguduskan kamu dan dalam kebenaran yang kamu percayai.” Pemilihan ini tidak didasarkan kepada apa pun juga selain dari kerelaan kehendak-Nya (Ef. 1:3-5), dan berdasarkan kasih karunia-Nya sendiri (2Tim. 1:9). Pemilihan Allah didasarkan kepada diri Allah sendiri sebagai subjek pemilihan dan bukan karena objek pemilihan-Nya. Dengan ini kita menolak pandangan sinergisme yang melihat keselamatan sebagai kerjasama antara penawaran anugerah Allah dengan respons iman dari manusia. Theologi Reformed memegang pandangan monergisme yang melihat bahwa keselamatan adalah sepenuhnya karya anugerah Tuhan. Iman sebagai respons manusia pun merupakan anugerah Tuhan.

Dalam Perjanjian Lama, Tuhan memilih Israel sebagai bangsa pilihan-Nya bukan karena Israel memiliki kualitas tertentu tetapi karena Tuhan mengasihi Israel dan memegang sumpah yang telah diikrarkan-Nya (Ul. 7:7-8). Tuhan memilih Israel untuk melayani Dia dan membuat keselamatan yang daripada-Nya termasyhur (Mzm. 67:2). Selain sebagai hamba-Nya, Tuhan juga memanggil Israel sebagai anak sulung-Nya (Kel. 4:22), mempelai-Nya (Yeh. 16:6-14), dan sebagai biji mata-Nya (Ul. 32:10). Hanya karena kedaulatan kasih-Nya, Tuhan memberikan status tersebut kepada bangsa Israel.

Selain penggunaan kata ‘bangsa’ di dalam beberapa terjemahan bahasa Inggris, juga dipakai kata ‘ras’, yaitu: orang-orang yang berasal dari satu nenek moyang. Orang Yahudi melihat dirinya sebagai keturunan Abraham secara ras. Sedangkan orang Kristen melalui Kristus menjadi satu ras sebagai saudara. Kata yang sama dipakai di dalam Perjanjian Lama, yaitu di Yesaya 43:20-21 yang menunjuk kepada umat Israel. Gereja sebagai bangsa yang terpilih merupakan Israel sejati. Kata ‘Gereja’ dituliskan dengan kata ekklesia’ (dalam Perjanjian Baru) yang memiliki arti serupa dengan kata qahal’ (dalam Perjanjian Lama). Keduanya berasal dari satu turunan kata kerja yang berarti “dipanggil bersama-sama” dan menunjuk kepada satu kumpulan orang yang datang bersama-sama untuk satu tujuan.

More than any of the prophets that were before him, Christ addressed himself to the hearts of individual men. For the true Israel – the true people of the Kingdom – are not those who are Israelites by race, nor yet those who are of that elite group in Israel who know and keep an external law, but those individual men, however lowly and weak, who have in heart and deed signified their obedience to the calling of God.[2]

Tinggalkan komentar